Lambang pada dasarnya
tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi makna pada lambang
Makna sebenarnya ada pada kepala kita, buka terletak pada
lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata
mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong
orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata
itu. Persoalan akan timbul bila para peserta komunikasi tidak memberi makna
yang sama pada suatu kata. Pernah seorang profesor menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menulis sebuah naskah
buku yang baru. Ia memberikan naskah tersebut kepada sekretarisnya dengan
perintah “Burn this for me, will you?” (“Tolong bakar ini”). Ia meminta
sekretarisnya itu untuk memfotocopy naskah buku tersebut, dan ia menggunakan
jarghon perkantoran burn (bakar). Akhirnya hasil kerja keras itu musnah menjadi
asap dalam tempat pembakaran.
Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang alami antara
lambang dengan referent (objek yang dirujuknya). Anda dapat mengatakan bahwa
anda tentara atau memakai baju tentara, meskipun anda samasekali bukan tentara.
Anda mengaku anda mencintai seseorang, padahal yang anda rasakan justru malah
seblaiknya. Atau, Anda mengucapkan jempol kepada kawan Anda yang baru selesai
menyanyi di panggung, padahal Anda sebenarnya menganggap penampilannya buruk.
Dengan demikian, juga tidak ada kaitan antara munculnya kupu-kupu di dalam
rumah dengan akan datangnya tamu, seperti juga tidak ada hubungan alamiah
antara pelarungan daerah Udin (wartwan Harian Bernas) ke laut dengan kepastian
menemukan pembunuh Udin, seperti yang
dipercayai polisi penyidik. Kita tahu, pembunuh Udin itu hingga sekarang belum
pernah ditemukan.
Sebagian orang- orang percaya bahwa angka-angka tertentu
mengandung makna-makna tertentu, misalnya: kualitas bagus atau jelek







0 komentar:
Posting Komentar