Jumat, 24 Mei 2013

ringksan komunikasi organisasi



Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi makna pada lambang
Makna sebenarnya ada pada kepala kita, buka terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan akan timbul bila para peserta komunikasi tidak memberi makna yang sama pada suatu kata. Pernah seorang profesor menghabiskan waktu  berbulan-bulan untuk menulis sebuah naskah buku yang baru. Ia memberikan naskah tersebut kepada sekretarisnya dengan perintah “Burn this for me, will you?” (“Tolong bakar ini”). Ia meminta sekretarisnya itu untuk memfotocopy naskah buku tersebut, dan ia menggunakan jarghon perkantoran burn (bakar). Akhirnya hasil kerja keras itu musnah menjadi asap dalam tempat pembakaran.
Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang alami antara lambang dengan referent (objek yang dirujuknya). Anda dapat mengatakan bahwa anda tentara atau memakai baju tentara, meskipun anda samasekali bukan tentara. Anda mengaku anda mencintai seseorang, padahal yang anda rasakan justru malah seblaiknya. Atau, Anda mengucapkan jempol kepada kawan Anda yang baru selesai menyanyi di panggung, padahal Anda sebenarnya menganggap penampilannya buruk. Dengan demikian, juga tidak ada kaitan antara munculnya kupu-kupu di dalam rumah dengan akan datangnya tamu, seperti juga tidak ada hubungan alamiah antara pelarungan daerah Udin (wartwan Harian Bernas) ke laut dengan kepastian menemukan pembunuh  Udin, seperti yang dipercayai polisi penyidik. Kita tahu, pembunuh Udin itu hingga sekarang belum pernah ditemukan.
Sebagian orang- orang percaya bahwa angka-angka tertentu mengandung makna-makna tertentu, misalnya: kualitas bagus atau jelek

0 komentar:

Posting Komentar