Sabtu, 25 Mei 2013

SISTEM PENDIDIKAN KAPITALIS / COMERSIALISASI



SISTEM PENDIDIKAN KAPITALIS / COMERSIALISASI
Tidak usah jauh jauh memandang negara Indonesia , negara kita sendiri yang sudah terkenal dengan sistem pendidikannya yang selalu GAGAL !. pendidikan tersebut juga diterapkan oleh Amerika yang menekankan bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan, memperkaya diri tetapi tidak mengutamakan oleh keinginan anak didik.
Pendidikan semacam itu hanya akan merusak pribadi seorang anak didik, anak dituntut untuk mengikuti pendidikan akademoik yang tidak sesuai dengan keinginan, anak selalu dipaksa untuk mendapatkan pendidikan yang tidak sesuai dengan minatnya sendiri akhirnya dampak negatifnya diraasakan bahwa banyaknya hasil lulusan anak didik yang kurang berkualitas dibidangnya, kurang nyaman dengan pekerjaannya akhirnya malas untuk bekerja.
Pendidikan itu hendaknya perlu memikirkan keinginan, minat dan bakat seorang anak, peran orang tua sangat dibutuhkan untuk kemajuan pribadi anak, orang tua jangan memaksakan kehendaknya bahwa si anak jika lulus harus jadi ini, itu, yang penghasilannya berjuta-juta, beratus-ratus dsb.
Pendidikan yang baik itu tidak memprioritaskan kekayaan , tetapi bagaimana seorang anak nantinya memperoleh kebahagian dan kesenangan dari hasil memperoleh pendidikannya. Biarkan anak memilih pendidikan sesuai dengan bakat dan  minatnya,, walaupun dirasa pendidikannya dipandang dunia kurang modernisasi. Orang tua jangan mementingkan egonya semata, tetapi memikirkan kebahagian anak. Jika si anak memperoleh pendidikan yang sesuia dengan keinginannya maka si anak akan menjalani pendidikannya denganpenuh semangat dan senang untuk menjalani pendidikannnya, imbasnya pendidikan jyang telah di tempuh akan berkualitas karena dilakukan sesuia dengan minatnya sendiri, bakatnya sendiri, bukan karena paksaan dari dunia luar.
Anak itu dilahirkan bukan seperti tabula rasa, tetapi  anak anak melainkan  kertas berwarna yang sudah tergambar oleh pola diatasnya tidak bisa langsung asal corat-coret saja, sering jadi tidak bermakna nantinya (via Thomas Adi Nugroho Chaidir).  

0 komentar:

Posting Komentar